Poljatim || JAKARTA. Kamis (19/10/2017). Peristiwa sejarah Soempah Pemoeda
atau Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi
Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.
Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari
Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga
kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
Kongres Pemuda II dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh
organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang
beranggotakan pelajar dari seluruh wilayah Indonesia. Kongres tersebut
dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java, Jong
Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong
Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong,
John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan
Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang
beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres
dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali
rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke
Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng).
Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini
dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara
dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan
persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa
memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat,
pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop,
membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi
Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan
kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan
di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat
Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi
selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan
kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan
kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal
yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 malam, di Indonesische Clubgebouw yang
penuh sesak, ribuan pemuda mendengar pidato penutupan Kongres Pemuda
Indonesia ke-dua dan sekaligus mendengar lantunan lagu “Indonesia Raya”
dari biola WR. Soepratman.
Menjelang penutupan, Muhammad Yamin, yang saat itu baru berusia 25
tahun, mengedarkan secarik kertas kepada pimpinan rapat, Soegondo
Djojopoespito, lalu diedarkan kepada para peserta rapat yang lain. Siapa
sangka, dari tulisan tinta Yamin di secarik kertas itulah tercetus
gagasan Sumpah Pemuda.
Sumpah itu lalu dibaca oleh oleh Soegondo, lalu Yamin memberi
penjelasan panjang lebar tentang isi rumusannya itu. Pada awalnya,
rumusan singkat Yamin itu dinamakan “ikrar pemuda”, lalu diubah oleh
Yamin sendiri menjadi “Sumpah Pemuda”. Berikut isi Sumpah Pemuda itu:
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia
Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
(vi/ex/lm/rp)
EmoticonEmoticon